Ajari Aku, Guru
Saat itu aku masih
duduk di bangku SMP. Masih polos dan lugu. Aku sangat penurut kepada orang
tuaku. Mereka selalu bilang, “Kejarlah cita-citamu setinggi langit, nak..
Jangan pernah biarkan malas memenangkan dirimu.”
Aku berusaha sebaik
mungkin untuk itu. Belajar dan belajar dengan giat. Hingga suatu waktu aku
bertemu dengan kelemahanku,pelajaran fisika. Fisika amat kompleks menurutku.
Paduan antara hafalan dengan menghitung cukup membuat saraf neuronku bekerja
dua kali lebih berat dari biasanya. Di kelasku memang ada ahli biologi, linguis
Bahasa Inggris, tetapi fisikawan masih belum muncul sampai detik ini.
Guru fisika –yang
sekaligus merangkap jabatan menjadi wali kelas— kami memang sangat baik. Materi
yang disampaikan beliau pun dapat dicerna oleh seluruh umat. Namun, saat kami
dihadapkan pada soal-soal ujian yang dibuatnya, kami hanya bisa menghela napas
cemas.
Tidak ada coretan,
bersih tanpa noda. Motto hidup sementara saat ujian fisika berlangsung. Aku
masih ingat, waktu itu tanganku bergetar menorehkan tinta pena kepada lembar
jawab. Rasa was-was menggerogoti akal pikiranku seketika. Dalam hati aku
berteriak, “Ya Tuhan, lindungilah hamba-Mu ini dari segala kesalahan. Jangan
sekalipun Engkau menakdirkan coretan pada kertas yang suci ini, Ya Allah.”
Perlahan aku
menuliskan aksara-aksara berbau Yunani, Ohm. Mataku memicing saat melihat jam
dinding sekilas. Lima menit lagi. Tangan ini semakin berkeringat saja di
detik-detik akhir. Hingga aku menuliskan huruf terakhir penutup penderitaanku.
Aku yakin, yang ada di pikiranku itu rumus kuat arus. Setelah aku menulisnya,
entah kenapa semuanya menjadi beda potensial. Jantungku berhenti mendadak.
Rasanya aku ingin sekali memakan lembar jawabku ini dengan saos tomat
dilengkapi seperangkat bumbu-bumbu rumahan. Alhasil, aku membawa kabar duka
dari pengumuman nilai ujian. Nilai itu akan selalu kuingat, 60.
Astaga....
Sekarang aku hanya
bisa tertawa mengingat semua itu. Kenanganku, masa lalu yang manis dan pahit.
Semuanya bercampur menjadi satu menciptakan percikan-percikan muatan negatif
dari benda A yang kemudian berpindah ke benda C dan meninggalkan muatan positif
di benda A, menyebabkan kedua benda menjadi tarik menarik karena muatan tidak
sejenis yang disebut induksi listrik.
Oh, maaf. Mungkin
aku sedikit terbawa suasana.
Kembali ke topik.
Di tengah sengitnya persaingan global antar pelajar saat ini, aku dan seluruh
teman-teman seangkatanku dituntut untuk lebih kreatif, aktif, dan komunikatif. Kami
harus mampu melakukan semua aspek itu, yang mana si penulis ini saja masih
belum bisa melakukannya. Kemudian aku berusaha, karena dari semua mata
pelajaran yang kupelajari, hanya satu yang belum bisa terkuasai, yaitu –tetap—
fisika. Berturut-turut aku gagal dan mendapat nilai jelek saat ujian. Aku
kecewa pada diriku sendiri. Melihat usaha guruku yang susah payah mengajar dari
satu kelas ke kelas lainnya, menggeser jam pelajaran lain dan mengajar kami,
meskipun terkadang beberapa diantara kami tak mengacuhkan, beliau tetap teguh
mengajar.
“Bu, maafkan saya kalau
saya pernah berbuat salah dan selalu mendapat nilai jelek
di mata pelajaran anda...”
“Oh, semua itu
sudah berlalu. Ibu tahu nilai kalian murni, dilandasi dengan kejujuran, oleh
karena itu ibu sangat bangga meskipun nilai kalian ya... Begitulah. Kejujuran
tetap nomor satu, dan ibu menghargai usaha keras kalian selama ini.”
Kami tersenyum, di
masa sekarang, di mana kita sudah melalui berbagai ajang pengujian diri dari
Tuhan. Di sini kita berkumpul bukan sebagai guru dan murid, tetapi keluarga.
Aku sangat bersyukur bisa berada di tengah mereka. Terutama kepada guru, dan
wali kelasku, mereka adalah segalanya buatku.
Untuk semua guru di
Indonesia, aku sudah menyiapkan beberapa isi hati yang kupersembahkan kepada
kalian semua.
Saat aku
bingung, tak tahu arah, ada guru yang menerangi jalanku
Di jalan
yang aku tempuh, doa-doa selalu menyertai langkahku
Meski
tidak mudah, yakinkan kami bahwa kami bisa melakukannya
Setiap
saat, guruku, apakah kalian tahu bahwa kami akan tetap meneladani kalian hingga
akhir hayat?
Teruntuk
guru kami semua, sejuta ucapan terima kasih tidak akan pernah bisa membalas
budi baik yang selama ini guru lakukan.
Terima kasih kepada
guru fisika kami, Bu Sridijati, yang telah membimbing kami dalam ilmu fisika
yang jauh lebih dalam. Sekali lagi terima kasih kepada semua guru yang telah
mengajari kami dengan sepenuh hati.Selamat Hari Guru Nasional!
Oh iya, aku lupa
satu hal. Nilai Ujian tengah semester fisikaku adalah 96 J.
-Fin-